GP ANSOR Lombok Tengah Persoalkan JPS Bersatu dan Biaya Rapid Tes
Keterangan: Foto Bersama Pengurus GP Ansor Lombok Tengah Bersama Ketua Pansus Covid-19 Kabupaten Lombok Tengah. (Bumigoranews.com/ist) |
"Sampai sekarang kelanjutan dari JPS Bersatu ini masih belum ada kabarnya lagi, malah info yang kami dapatkan JPS dari Pemda Lombok Tengah ini akan di kurangi dari 600 ribu menjadi 300 ribu rupiah yang akan dibagikan sampai Desember 2020. Tapi belum ada eksekusinya sampai saat ini," ungkap Wahyu.
Hal sama disampaikan Ahmad Wahyudi. Menurut informasi dari pemerintah desa bahwa JPS Bersatu ini akan mengalami perubahan tapi pelaksanaannya seolah lenyap tanpa kabar.
"Malah simpang siur ada lagi JPS perluasan berbentuk sembako, tapi mana dan kapan? Kami minta penjelasan," tegas Ahmad.
Selain itu GP Ansor juga menyoroti mahalnya biaya Rapid Test yang mencapai angka Rp. 500 ribu per sekai test. Menurut Wahyu ini sangat memberatkan, terutama untuk mahasiswa yang kuliah di luar daerah. GP Ansor melihat ini jangan kemudian menjadi peluang adanya permainan tarif dan proses dari Rapid Test itu sendiri.
"Masker saja ini tidak jelas distribusi dan jumlah riil-nya, jangan Rapid Test jadi lahan ketidakjelasan yang baru. Info rencana pemda mau test massal ini asumsi anggarannya besar sekali," kata Wahyu yang juga merupakan tokoh pemuda Kopang Rembiga ini.
Berdasar data dan informasi yang diterima oleh GP Ansor, distribusi jumlah masker di desa-desa oleh Pemda Lombok Tengah memang tidak sesuai dengan ajuan awal yang berpatokan pada jumlah penduduk desa terkait. Banyak desa yang hanya menerima sebagian saja.
"Kami katakan ini terjadi di semua desa, terus kemana sisa maskernya? Apakah ini memang jumlahnya benar 2 juta atau tidak? Bertemu Bupati kami siap beberkan temuan," lanjutnya.
Menanggapi hal-hal yang disampaikan GP Ansor tersebut, Suhaimi SH dan tim pansus akan menjadikan itu sebagai materi konsultasi lanjutan dengan pihak pemda. Suhaimi juga menginformasikan bahwa masker ini pada anggarannya tidak memasukkan biaya distribusi, "Jadi cukup aneh sekali .. bagaimana pengadaan barang tapi tidak ada ongkos antar-antarnya."
Suhaimi menyayangkan Bupati Lombok Tengah tidak menggunakan kuasa diskresinya untuk bekerja sebaik-baiknya, "Lamban sekali, jadi memang di rasa perlu kita mengadakan paripurna untuk ajukan hak interpelasi atas semua hal tersebut," tegas Suhaimi.
Terkait dengan Rapid Test, walaupun ini merupakan aturan keharusan tapi memang rentan menjadi ladang bisnis di tengah pandemi.
"Rapid itu bukan untuk mengecek atau mendeteksi virus corona, tapi hanya menguji anti bodi saja. Kita usul ditiadakan saja," tutupnya.
Post a Comment